Jumat, 02 Agustus 2013

Malpraktik Insinyur

Oleh Faizal Adriansyah
Kabid Kajian Aparatur PKP2A IV LAN-RI.
 
RUNTUHNYA Jembatan Kutai Kartanegara (Golden Gate Kalimantan) merupakan peristiwa langka di dunia konstruksi. Kemungkinan adanya malpraktik profesi insinyur pada kasus ambruknya jembatan Kutai Kartanegara pernah dilontarkan oleh Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Dr. Ir. Muhammad Said Didu pada wawancara interaktif dengan RRI Pro 3 Senin 28 November 2011.

Said Didu juga menambahkan salah satu kendala sukarnya mencegah malpraktik insinyur dikarenakan di Indonesia sampai saat ini belum ada Undang-Undang Profesi Insinyur, sementara hampir seluruh Negara Asean telah memiliki undang-undang tersebut. Padahal RUU Profesi Insinyur, sebenarnya sudah diajukan oleh PII ke DPR sejak 2005, namun hingga kini belum mendapat pengesahan dari DPR. Undang-undang  keinsinyuran sangat penting agar insinyur dapat mempertanggungjawabkan keprofesiannya, jadi kalau terjadi kerusakan tidak hanya sekadar dianggap akibat alam semata, seperti kasus lumpur Lapindo, ledakan tabung gas dan berbagai kasus pembangunan infrastruktur lainnya yang bermasalah.
Runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara telah menambah daftar duka negeri kita di pengujung tahun 2011. Insiden tersebut terjadi Sabtu sore, 26 November 2011 pukul 16.20 Wita, hanya dalam waktu 30 detik, jembatan gantung terpanjang di Indonesia tersebut ambruk dan  menyisakan dua pilar penyangganya. Kendaraan yang melintas di atasnya baik mobil maupun motor beserta penumpangnya ikut terjun ke dalam air. Hingga Rabu, 30 November 2011 sudah 18 jenazah korban yang ditemukan. Berapa pastinya jumlah korban belum diketahui, sebab, diperkirakan masih ada korban yang terjebak bersama kendaraan di bawah puing-puing jembatan.

Jembatan Kutai Kartanegara adalah jembatan yang melintas di atas sungai Mahakam dan merupakan jembatan gantung terpanjang di Indonesia. Jembatan ini oleh masyarakat dikenal sebagai Golden Gate dari Kalimantan karena menyerupai jembatan Golden Gate yang berada di San Fransisco, Amerika Serikat. Panjang total jembatan 720 meter dengan bentang bebasnya, atau area yang tergantung tanpa penyangga, mencapai 270 meter (sumber Wikipedia). Jembatan ini merupakan jembatan kedua yang dibangun melintasi Sungai Mahakam setelah Jembatan Mahakam di Samarinda sehingga disebut juga Jembatan Mahakam II. Pembangunan jembatan ini dimulai tahun 1995 dan selesai pada 2001 dengan total dana 150 miliar rupiah.

Usia jembatan tersebut ketika runtuh lebih kurang 10 tahun, hal ini menjadikan sebuah tanda tanya besar bagi siapa pun, karena usia jembatan tersebut masih sangat “muda belia”. Umur sebuah jembatan monumental seperti Jembatan Kutai Kartanegara tersebut pastilah dibangun untuk umur yang panjang paling tidak sampai 100 tahun ke depan diharapkan masih kokoh. Kalau kita merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, di mana telah diatur didalam PP tersebut mulai tahap perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaan serta pengawasannya. Pada pasal 35 ayat 1 disebutkan Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan ditentukan sesuai dengan umur konstruksi yang direncanakan dengan maksimal 10 tahun, sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Kalau benar umur jembatan tersebut ketika ambruk baru 10 tahun maka hal ini masih menjadi tanggung jawab pelaksana artinya masih dalam garansi. Sementara itu pada pasal 36 disebutkan (1) Kegagalan bangunan dinilai dan ditetapkan oleh 1 (satu) atau lebih penilai ahli yang profesional dan kompeten dalam bidangnya serta bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara obyektif, yang harus dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya kegagalan bangunan. (2) Penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipilih, dan disepakati bersama oleh penyedia jasa dan pengguna jasa. (3) Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila kegagalan bangunan mengakibatkan kerugian dan atau menimbulkan gangguan pada keselamatan umum, termasuk memberikan pendapat dalam penunjukan, proses penilaian dan hasil kerja penilai ahli yang dibentuk dan disepakati oleh para pihak. Berdasarkan pasal tersebut di atas kita semua memang harus menunggu dengan sabar hasil investigasi para ahli dan menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk penyelesaiannya.

Saat ini yang menjadi perhatian penting adalah mencari penyebab runtuhnya jembatan tersebut. Beragam pandangan para ahli konstruksi tentang sebab ambruknya jembatan tersebut telah diekspose dalam beragam media, namun pada intinya diduga telah terjadi kelalaian profesi. Apabila yang melakukan kelalaian orang per orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum, namun jika kelalaian tersebut dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain maka hal tersebut merupakan tindakan pidana. Kelalaiaan adalah salah satu bentuk dari malpraktik. Selama ini malpraktik yang kita kenal hanya dalam profesi medis, namun sesungguhnya malpraktik dapat terjadi pada semua profesi, termasuk profesi di bidang konstruksi hukum, perbankan, akuntansi, dan bidang lainnya.

Pelajaran untuk Aceh

Apa yang dapat kita petik dari peristiwa runtuhnya jembatan Kukar?  Bahwa bangunan-bangunan infrastruktur yang ada saat ini perlu segera dievaluasi secara teknis kelayakannya. Khusus Aceh, kita punya bendungan baik yang sudah jadi maupun yang sekarang sedang dibangun, kita juga punya banyak jembatan yang membentang di atas sungai yang cukup lebar, memang jembatan kita bukan jembatan gantung namun beban yang melintas terkadang sangat berat tanpa ada pengaturan yang ketat terhadap batas maksimal. Untuk jembatan perlu segera dilakukan evaluasi menyeluruh tentang ketahannya terhadap beban, misalnya untuk Kota Banda Aceh terdapat beberapa jembatan di tengah kota yang dipasang “traffic light”, di mana pada saat lampu merah mobil-mobil berhenti termasuk mobil truk dengan muatan batu/pasir persis di atas jembatan dalam waktu tertentu. Pada saat itu sesungguhnya telah terjadi penumpukan beban yang sangat berat terhadap jembatan, kalau hal ini terjadi terus berulang maka tidak mustahil bisa saja terjadi bencana ambruknya jembatan tersebut ketika kemampuannya menahan beban terlampaui. Sebenarnya di beberapa jembatan telah dipasang tulisan “khusus roda dua dan tiga” namun tanpa ada tindakan tegas aparat berwenang tulisan tersebut dianggap angin lalu.

Di beberapa jalur jalan baik lintas barat, tengah maupun timur  banyak kita jumpai bangunan tembok penahan longsor pada tebing-tebing jurang. Kalau kita amati terutama tembok-tembok penahan longsor banyak yang dibangun asal jadi sehingga banyak yang umurnya tidak lama karena sudah ambruk kembali. Hal ini membuktikan bahwa fondasi bangunan tersebut tidak bertumpu pada batuan dasar, tetapi berada pada lapisan tanah atau batuan yang bergerak, sehingga sampai kapan pun bangunan tembok penahan tersebut akan terus bergerak. Aceh memiliki banyak ahli kontruksi baik yang praktisi maupun akademisi, kiranya dapat mendiskusikan lebih intens tentang kondisi bangunan-bangunan infrastruktur yang ada demi menjaga keselamatan masyarakat. Malpraktik profesi sesungguhnya adalah persoalan moralitas yang menguji kita apakah takut dengan Tuhan atau tidak, percaya akhirat atau tidak. 

Tidak ada komentar: