Sabtu, 03 Agustus 2013

Revitalisasi Potensi Gas Aceh

Oleh: Fauzi Husin
President Director PT Arun NGL.

ISU tentang akan berakhir kontrak penjualan LNG Arun ke Korea Selatan akan berakhir pada tahun 2014, wacana ini semakin hangat bergulir di kalangan publik. Berbagai analisa tentang berakhirnya operasional kilang LNG Arun sering juga direspons dengan perspektif, di mana fasilitas kilang bernilai Rp 6.3 triliun akan segera berubah menjadi besi tua bila tidak dipikirkan sekarang ini.

Spekulasi publik tentang berbagai kemungkinan yang akan terjadi muncul karena melihat kenyataan beberapa industri raksasa di Aceh seperti; pabrik pupuk AAF, kilang kertas KKA dan kilang Humpus Aromatic, dalam beberapa tahun belakangan kilang tersebut telah terhenti operasional, karena alasan tidak memiliki sumber bahan baku gas untuk berproduksi.

Memahami ‘Jamaah Punkiyyah’

Oleh: Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad
peminat kajian Shamans dan Gnosiologi.
 
SECARA pribadi, saya tidak begitu mengenal bagaimana aliran Punk itu sendiri. Karena itu merupakan sejarah “orang sakit hati” di Eropa dan Amerika Serikat. Sejak awal, gerakan Punk ini tidak begitu popular, karena dia hanya berkutat pada musik semata. Namun, ketika isu ‘Jamaah Punkiyyah’ muncul di Aceh, tentu saja akan memerlukan penjelasan. Salah seorang kawan di pulau Jawa, pada tahun akhir 1990-an, pernah menceritakan bahwa dia pernah ikut aliran hitam. Aliran ini muncul di kalangan anak muda yang masih belasan tahun dan suka ngeband. Mereka awam orientasi hidup dan agresif terhadap kebebasan.

Yang menarik adalah setiap malam bulan purnama, beberapa anggotanya  melakukan ritual meminum darah merpati di atas gedung dan mempersembahkan kepada spirit yang mengendalikan tubuh mereka. Merpati yang diminum darahnya adalah dengan cara memelintir kepala, lalu meminum darahnya secara bergiliran. Ritual ini tentu saja tidak akan dilakukan oleh mereka yang masih baru mengenal atau menjadi anggota jamaah ini. Dalam studi antropologi, fenomena ini sangat lazim di Barat, di mana pemujaan terhadap spirit, adalah sebuah kewajaran dan kewajiban, untuk menunjukkan kesetiaan pada jaringan jamaahnya.

Asal-usul Ampon Chiek Samalanga

Oleh: Karya Faurizal Moechtar
Penulis adalah pemerhati budaya

Pada zaman Pemerintahan Sultan Iskandar Muda, hiduplah seorang musafir yang tiba dari Bugis di Samalanga. Orang-orang memanggilnya dengan sebutan Tok Banda. Beliau adalah seorang yang baik hati, pemurah,  dan dermawan. Hari-hari Tok Banda bekerja sebagai petani di kawasan Kuta Blang Samalanga. Tok Banda menanam sayur-sayuran dan juga semangka. Jika ada orang yang meminta, Tok Banda akan memberikannya dengan satu syarat: Setiap peminta wajib mendoakan dengan bacaan, “Tok Banda beumeubahgia sampoe aneuk cuco (Tok Banda (semoga) berbahagia hingga anak cucu) .”

Wajah Pariwisata Aceh

Oleh: Meili Nuzuliana
Mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.

SAYA tertarik mengupas tentang kepariwisataan Aceh terutama pariwisata di Banda Aceh. Kilas balik, tahun ini Pemko Banda Aceh menggelar even besar. Kita tahu, Visit Banda Aceh Years (VBAY) 2011 atau tahun kunjungan wisata ke Banda Aceh. Festival Kopi Aceh akhir November lalu merupakan even terakhir dari rangkaian program VBAY 2011 (Serambi, 28/11/11).

Industri pariwisata di Banda Aceh sangat menjanjikan. Mulai dari begitu banyaknya objek wisata seperti peninggalan masa kerajaan Islam dan peninggalan musibah gempa tsunami 2004 silam. Selama 2011, arus wisatawan terlihat meningkat (Serambi, 12/05/11). Hampir setiap hari silih berganti wisatawan datang berkunjung ke Banda Aceh. Wisatawan berasal dari berbagai kalangan, baik lokal, nusantara dan mancanegara. Kita, dengan mudah menjumpainya di beberapa objek wisata, khususnya situs wisata tsunami.

Sekolah Berbasis Riset

Oleh: Andi Yusuf D
Mahasiswa Fakultas Kedokteran/Kedokteran Gigi, Unsyiah.

REKAM buram berbagai masalah yang mendera Indonesia harus dicari solusi yang bersifat jangka panjang. Problematika multidimensi yang menggelayuti bangsa secara perlahan membawa bangsa ini mengarah ke arus keterpurukan. Masalah seperti ekonomi, moral, politik, pendidikan, budaya, harkat dan martabat bangsa menjadi poin penting dalam pembangunan Indonesia. Membangun bangsa untuk mengatasi berbagai masalah tersebut tentu saja memerlukan sumber daya manusia sebagai agen subyek pembangunan Indonesia.

Solusi kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah bangsa yang terjadi selama ini di pemerintah jarang berdasarkan hasil kajian berupa penelitian dan pengembangan. Alhasil setiap kebijakan yang diambil bersifat reaktif dan solusi jangka pendek dan tidak memiliki daya untuk jangka panjang.

Zakat Penghasilan

Oleh: Al Yasa‘ Abubakar
Direktur Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh.

SEPERTI telah disebutkan dalam tulisan sebelumnya, para ulama cenderung memperluas harta kena zakat dari apa yang diamalkan pada masa Rasulullah SAW. Sehingga harta kena zakat semakin lama semakin banyak jenis dan macamnya. Tidak ada hadis sahih yang secara sharih menjelaskan adanya praktik pemungutan zakat atas harta perdagangan pada masa Rasulullah.

Imam Syafi‘i di dalam Kitab Al-Um mengutip riwayat bahwa ‘Umar memungut zakat atas barang yang dibawa ke pasar untuk dijual sebagai dalil pertama tentang adanya kewajiban zakat atas barang dagangan. Riwayat ini dapat memberi petunjuk bahwa Khalifah Umarlah orang pertama yang memungut zakat atas barang dagangan. Imam Syafi‘i dalam qawl qadim menyatakan ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kewajiban zakat atas barang dagangan. Beliau sendiri tidak secara tegas menyatakan adanya kewajiban zakat barang perdagangan. Bahkan ada yang menyimpulkan bahwa Imam Syafi‘i cenderung tidak mewajibkan zakat atas barang perdagangan di dalam qawl qadim-nya. Sedang dalam qawl jadid, beliau menyatakan secara tegas bahwa barang dagangan wajib dizakati. Imam Malik menyatakan barang dagangan baru dikenakan zakat kalau sudah dijual, sudah bertukar menjadi uang.

Wisata Sejarah Aceh

Oleh: Azhar A Gani
Mahasiswa Program Doktor Manajemen Pariwisata-Universiti Utara Malaysia.

SATU lagi destinasi wisata warisan sejarah diresmikan pemerintah (Jumat, 09/12/2011). Destinasi tersebut diberi nama Kawasan Wisata Sejarah Melayu Nusantara. Berlokasi di Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen, Aceh dan berjarak sekitar 180 km arah timur Ibukota Provinsi Aceh. Peresmian kawasan tersebut berkaitan dengan sejarah antara Indonesia dan Malaysia. Sosok itu bernama Tun Sri Lanang. Menurut sebuah kisah, sebelum memimpin Negeri Samalanga, Bireuen tahun 1615-1659, Tun Sri merupakan bendahara atau Perdana Menteri Kerajaan Johor. Namun, setelah Aceh menaklukkan Batu Sawar, Ibu kota Kerajaan Johor tahun 1613, Sultan Iskandar Muda memboyong Tun Sri ke daerah itu, kemudian diangkat sebagai penguasa pertama Samalanga (Kompas, 09/12/2011).

Kaderisasi Koruptor

Oleh: Mashudi SR
Aktivis Pemuda Muhammadiyah Aceh.

PUSAT Pelaporan Analisis dan Transaksi Kekuangan (PPATK) belum lama ini melansir laporannya seputar transaksi mencurigakan milik Pegawai Negeri Sipil (PNS) berusia muda dan bergolongan rendah. Sebanyak 50% PNS muda itu memiliki uang dalam jumlah yang mencengangkan. Laporan itu juga sepuluh orang PNS muda golongan III, yang memiliki rekening transaksi mencurigakan karena didapati aliran uang sampai milirian rupiah. Diduga kuat, uang yang tidak sebanding dengan pendapatan resmi perbulan yang mereka terima itu, berasal dari hasil korupsi.

Temuan PPATK terkait dengan rekening mencurigakan milik abdi negara ini bukan peristiwa pertama. Sebelumnya seorang PNS golonggan yang sama Gayus Halomoan P Tambunan, berhasil mencuri perhatian masyarakat luas. Lelaki berbadan subur dan bekerja di Kantor Pajak ini, berhasil mengumpulkan uang dalam jumlah yang sangat pantastis, puluhan miliar rupiah.

Belajar dari Kenduri

Oleh: Teuku Azhar Ibrahim
Alumnus Filsafat Univ. Al Azhar Cairo. Pengarang Novel.

DALAM banyak sisi kehidupan hal-hal penting dilupakan karena dianggap kecil namun sesungguhnya kelupaan itu berakibat besar. Lupa itu sendiri kebiasaan buruk dan dituduh sebagai perbuatan setan. Jenis kelupaan sering terjadi di tempat kenduri atau hajatan, kebetulan pula negeri ini kaya kenduri. Orang lahir ada  kenduri, sunat juga kenduri, pesta perkawinan memang selayaknya  kenduri dan orang mati pun di beberapa tempat punya jadwal kenduri lebih banyak dibanding kenduri lain.

Sebagian tamu, entah kurang pengetahuan atau memang punya kebiasaan buruk, makanan dipenuhi piring dengan bermacam menu, terus  setengahnya tidak habis dimakan. Kebiasaan pula, menu yang sudah masuk ke satu piring tidak akan masuk ke piring lain, selanjutnya jadi sampah. Dalam skala satu piring adalah masalah kecil tapi kalau jumlahnya ribuan piring akan menjadi hal besar. Tidak mungkin tuan rumah buat pengumuman “kepada segenap undangan mohon ambil hidangan secukupnya dan jangan sisakan dalam piring.” Karena itu dianggap masalah kecil dan sudah menjadi pengetahuan umum serta sudah maklum sejak kecil.

Menakar Nilai Politik PA

Oleh: Risman A Rachman
Pemerhati sosial-politik Aceh.

BERAPA nilai yang layak diberikan kepada sikap politik yang sedang dijalankan oleh Partai Aceh (PA) yang kini dinakhodai oleh Muzakir Manaf atau yang akrab disapa dengan Mualem?

Sebagaimana diketahui, PA mengambil sikap tidak ambil bagian dalam hiruk pikuk politik Pilkada Aceh saat ini, yang dinilainya bergerak tanpa menghormati etik dan spirit kesepakatan damai antara Aceh dan Indonesia. Menurut PA, inti persoalannya bukan soal boleh atau tidak boleh calon independen terlibat dalam ajang Pilkada Aceh. Tapi, boleh atau tidak boleh itu mestilah diproses dengan melibatkan lembaga perwakilan rakyat, DPRA.

Transmigrasi Indonesia 61 Tahun

Oleh: Nurdin F Joes
PNS, kini bekerja di Kantor Gubernur Aceh.

HARI ini 12 Desember 2011. Transmigrasi di Indonesia genap mencatatkan usianya yang ke-61. Di seluruh negeri Republik Merah-Putih ini, insan transmigrasi baik itu warga transmigran yang tersebar di berbagai desa dalam wilayah unit permukiman transmigrasi (UPT), para pegawai di jajaran Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maupun dinas dinas yang mengelola ketransmigrasian di daerah, merenungkan hari bersejarah transmigrasi. Umumnya, renungan dan rasa syukur ini dibalut dalam sebuah upacara bendera memperingati hari bakti transmigrasi (HBT) yang sudah berusia lebih setengah abad.

Dari sejarah yang ada, transmigrasi di Indonesia dimulai saat Pemerintah RI secara terkoordinasi memberangkatkan atau memindahkan 23 KK (77 jiwa) warga masyarakat Sukadana Kecamatan Begelen Jawa Tengah menuju Gedong Tataan Kerisidenan Lampung di utara Kota Tanjungkarang, Sumatra.

Korupsi dan HAM

Oleh: Saifuddin Bantasyam
Direktur Pusat Studi Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Syiah Kuala.

TIGA hari lalu (Jumat, 9 Desember 2011) masyarakat dunia memeringati Hari Antikorupsi Sedunia, sedangkan esoknya (Sabtu, 10 Desember), kita semua di planet bumi ini, memeringati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia. Korupsi tak lagi dilihat sebagai ordinary crime (kejahatan biasa) melainkan sudah merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Korupsi juga kejahatan melawan kemanusiaan (crime against humanity), dan kejahatan kemanusiaan adalah pelanggaran berat HAM, yang ingin dilenyapkan oleh seluruh bangsa yang beradab.

Pelenyapan kejahatan korupsi itu sedemikian mutlak dilakukan mengingat dampak hebat korupsi. Menurut Gunnar Myrdal, korupsi (a) memantapkan dan memperbesar masalah-masalah yang menyangkut kurangnya hasrat untuk terjun di bidang usaha dan kurang tumbuhnya pasar nasional; (b) mempertajam masalah masyarakat plural, kesatuan negara melemah, menimbulkan instabilitas politik; dan (c) turunnya disiplin sosial.

Perempuan ‘Go Public’

Oleh Fatma Susanti
Mahasiswa FKIP PKN Unsyiah.
 
PEREMPUAN merupakan tema yang tidak habis untuk dibicarakan. Bukan hanya persoalan aspek-aspek yang secara inderawi terlihat padanya, namun ternyata permasalahan-permasalahan yang melingkarinya juga tidak pernah surut, bahkan ketika dunia telah bertransformasi dengan segala bentuk perkembangan dan modernitas di berbagai bidang.

Salah satu permasalahan mengenai perempuan yang hingga kini masih menjadi perdebatan tak berujung adalah mengenai posisi perempuan di ruang publik. Meski saat ini tidak sedikit terhitung perempuan yang tidak berpikir panjang untuk terjun bebas ke panggung-panggung publik, namun tidak sedikit juga perempuan yang masih enggan bahkan takut untuk menghacurkan dinding penghalang yang membatasi antara diri mereka dengan ruang publik.

Demokrasi Anti Resah

Oleh Aulia Mufti
mahasiswa FH Unpad asal Aceh.

PILKADA Aceh yang ada di hadapan kita sekarang selayaknya dipandang sebagai satu lagi kesempatan merengguk nikmatnya berdemokrasi. Menjadi istimewa karena pelaksanaannya di atas iklim otonomi khusus sebagaimana ditentukan aturan perundang-undangan, di antaranya Undang-Undang no. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Ada ruang bagi kemerdekaan berpartisipasi dalam pemerintahan, sesuatu yang diharapkan membawa perubahan paradigma masyarakat Aceh mengenai arti kebebasan dan hak-hak selaku manusia dan warga negara. Meriahnya Pilkada ini tidak boleh menjadi surut disebabkan “meriah”nya perilaku kekerasan dan pemaksaan kehendak oleh segelintir orang yang tidak menghendaki berjalannya pendidikan politik secara baik di tengah-tengah masyarakat Aceh. Padahal, adalah tanggung jawab para politisi dengan institusi partai politiknya untuk menjadi saluran aspirasi masyarakat dan memberikan cerita-cerita indah tentang bagaimana transisi pengisian jabatan publik (baca:perebutan kekuasaan) dapat berakhir manis dengan cara-cara yang sportif.

Musyawarah Dalam Islam

Oleh Munawar A Djalil
Doktor Bidang Politik Islam, Tinggal di Sigli.
 
BEGITU pentingnya masalah musyawarah dalam pandangan Islam sehingga satu di antara 114 surat dalam AlQuran bernama “Assyura” artinya musyawarah. Surat Assyura bersifat Makkiyah artinya Surat ini diturunkan di Mekkah ketika kaum muslimin masih merupakan kelompok minoritas di tengah-tengah kesombongan kaum musyrikin Quraisy yang mayoritas.

Ketika menghadapi perang Badar, Rasul bermusyawarah dengan kaum Muhajirin dan Anshar, setelah sepakat barulah Beliau dan pengikutnya menuju ke medan perang. Setelah tiba di medan perang timbul musyawarah kedua. Para sahabat semua tahu bahwa hal-hal yang berhubungan dengan ibadah murni mereka akan taat dan patuh kepada perintah Rasullullah, namun sebaliknya terhadap perintah yang bukan bersifat ibadah murni seperti “siasat perang” misalnya mereka akan balik bertanya kepada Rasul. Demikian yang dilakukan oleh Al Habbab Bin Al Munzir, ketika Rasullullah memerintahkan berhenti para pasukan pada tempat yang jauh dari sumber air. Lalu Habbab bertanya kepada Rasul: “Apakah perintah berhenti di tempat ini datang dari Allah SWT yang tidak mungkin kami bantah atau perintah ini hanyalah pendapat pribadi dalam rangka berperang dan siasat. Rasul menjawab: ini semata-mata pendapat pribadi. Habbab berkata lagi: Kalau begitu ya Rasullullah tempat ini tidak pantas sebagai tempat berhenti pasukan, lebih baik kita berhenti yang dekat dengan sumber air sebelum diduduki musuh. Rasul menjawab, pendapat Habbab sangat tepat, lalu Rasul memerintahkan seluruh pasukan untu berpindah ke tempat yang ditunjuk Habbab al Munzir.

Diskursus Islam Aceh

Oleh: Saiful Akmal
Mahasiswa Goethe University of Frankfurt-Jerman, Dosen IAIN Ar-Raniry

ACEH adalah entitas etnik yang unik. Selama dan sebelum penjajahan Belanda, bisa dikatakan Aceh adalah salah satu penganut ide khilafah islamiah pan-islamisme global, meskipun sebelum Kerajaan Aceh Darussalam, Aceh tersebar dalam beberapa kerajaan kecil.

Analisis ini bisa dibuktikan dengan adanya relasi ekonomi, militer dan budaya antara Aceh dan Kerajaan Turki Ottoman saat itu sebagai pusat semua kekuatan Islam dunia. Lalu Aceh mengambil peranan penting dalam upaya mengharmoniskan serta mengisi hubungan Islam dengan ide nasionalisme Indonesia semasa revolusi kemerdekaan.

Jumat, 02 Agustus 2013

Mencari “Raushanfekr” Aceh

oleh: Muhammad Mirza Ardi (pegiat Kelompok Studi Darussalam KSD)

Arnold Toynbee menulis dalam A Study of History bahwa sebuah kebudayaan akan tumbuh ketika ada “pikiran dan tenaga kreatif” dari suatu masyarakat yang berhasil menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi masyarakat itu. Sebaliknya, kehancuran kebudayaan suatu masyarakat terjadi ketika tidak ada “pikiran dan tenaga kreatif” dalam masyarakat tersebut saat mereka berhadapan dengan tantangan zaman. Lumpuhnya “kelompok pikiran dan tenaga kreatif” di suatu masyarakat dengan sendirinya membuat masyarakat itu menjadi kehilangan arah, yang pada gilirannya menimbulkan disintegrasi sosial. 

Hukum Sejarah diatas sedang berlaku untuk Aceh. Saat ini kita sedang menghadapi berderet-deret masalah. Tantangan Aceh di awal abad-21 ini membentang luas dari masalah kemiskinan, korupsi, pendidikan, penegakan hukum, sampai perilaku masyarakat. Dan persoalan yang paling booming di media massa adalah masalah politik, yaitu debat tak selesai-selesainya pilkada. Politik, yang awal mulanya bertujuan untuk menciptakan kehidupan sosial yang nyaman dan baik, kini berubah menjadi monster yang bikin kehidupan sosial carut marut. Politik di Aceh telah menjelma menjadi “setan penghasut” yang bisa membuat sesama muslim saling mendengki, mendendam, berghibah, bertengkar, bahkan membunuh.

Malpraktik Insinyur

Oleh:Faizal Adriansyah
Kabid Kajian Aparatur PKP2A IV LAN-RI.

RUNTUHNYA Jembatan Kutai Kartanegara (Golden Gate Kalimantan) merupakan peristiwa langka di dunia konstruksi. Kemungkinan adanya malpraktik profesi insinyur pada kasus ambruknya jembatan Kutai Kartanegara pernah dilontarkan oleh Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Dr. Ir. Muhammad Said Didu pada wawancara interaktif dengan RRI Pro 3 Senin 28 November 2011.

Said Didu juga menambahkan salah satu kendala sukarnya mencegah malpraktik insinyur dikarenakan di Indonesia sampai saat ini belum ada Undang-Undang Profesi Insinyur, sementara hampir seluruh Negara Asean telah memiliki undang-undang tersebut. Padahal RUU Profesi Insinyur, sebenarnya sudah diajukan oleh PII ke DPR sejak 2005, namun hingga kini belum mendapat pengesahan dari DPR. Undang-undang  keinsinyuran sangat penting agar insinyur dapat mempertanggungjawabkan keprofesiannya, jadi kalau terjadi kerusakan tidak hanya sekadar dianggap akibat alam semata, seperti kasus lumpur Lapindo, ledakan tabung gas dan berbagai kasus pembangunan infrastruktur lainnya yang bermasalah.

Setia Cegah AIDS

Oleh Khuzaimah
Widyaswara Madya BKKBN Provinsi Aceh.
 
MESKI sudah berkurang intensitasnya, nampaknya pesta akad dan nikah dalam bulan haji ini akan terus berlanjut hingga bulan-bulan selanjutnya. Para pasangan dara baro dan linto pun masih dimabuk asmara. Mungkin sebagian di antaranya juga sedang bahagia dengan budaya bulan madu yang diterapkan secara personal.

Sebagai seorang ibu, tentulah bahagia bukan kepalang menyaksikan penyatuan dua jiwa ini yang sudah sah di mata agama begitu juga adat dan negara. Masih sebagai orang tua, khususnya sebagai ibu, bukan pula pernikahan sang anak lantas bermaksud mencukupkan tanggung jawab pengawasannya terhadap anak-anak yang sudah menikah tadi. Dengan menikah yang berarti membuka lembar baru, maka hal itu juga berarti si anak yang menikah akan mendapati berbagai persoalan baru yang senantiasa butuh dukungan orang tua. Peliknya tiadalah yang tahu kecuali Allah SWT seorang, masalah apa yang akan dihadapi. Yang pasti, kita dituntut mampu merencanakan penataan keluarga yang baik sehingga sebagai mana tujuan pernikahan, insyaAllah dua insan itu akan mampu memproduksi anak-anak yang shaleh dan shaleha.

Malpraktik Insinyur

Oleh Faizal Adriansyah
Kabid Kajian Aparatur PKP2A IV LAN-RI.
 
RUNTUHNYA Jembatan Kutai Kartanegara (Golden Gate Kalimantan) merupakan peristiwa langka di dunia konstruksi. Kemungkinan adanya malpraktik profesi insinyur pada kasus ambruknya jembatan Kutai Kartanegara pernah dilontarkan oleh Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Dr. Ir. Muhammad Said Didu pada wawancara interaktif dengan RRI Pro 3 Senin 28 November 2011.

Said Didu juga menambahkan salah satu kendala sukarnya mencegah malpraktik insinyur dikarenakan di Indonesia sampai saat ini belum ada Undang-Undang Profesi Insinyur, sementara hampir seluruh Negara Asean telah memiliki undang-undang tersebut. Padahal RUU Profesi Insinyur, sebenarnya sudah diajukan oleh PII ke DPR sejak 2005, namun hingga kini belum mendapat pengesahan dari DPR. Undang-undang  keinsinyuran sangat penting agar insinyur dapat mempertanggungjawabkan keprofesiannya, jadi kalau terjadi kerusakan tidak hanya sekadar dianggap akibat alam semata, seperti kasus lumpur Lapindo, ledakan tabung gas dan berbagai kasus pembangunan infrastruktur lainnya yang bermasalah.

Jurus Berinvestasi ala Indatu

Oleh: Muharril Al Aqshar 
( Mahasiswa pascasarjana  Universitas Gajah Mada)

Di zaman yang serbasusah seperti saat ini  membutuhkan langkah-langkah yang  tepat untuk berinvestasi. Banyak  pelaku bisnis terpaksa gulung tikar lantaran  usaha yang dibangun tidak mendapat respons yang positif dari  konsumen. Memang dalam setiap investasi, pasti ada risiko pasar yang harus diterima oleh setiap pelaku bisnis. Namun, bukan berarti semua itu akan menyurutkan langkah kita di dalam berinvestasi.

Banyak cara berinvestasi yang aman bagi para pelaku bisnis yang tidak berani mengambil risiko. Seperti  yang telah dipraktekkan oleh para leluhur kita (indatu), yaitu melakukan  investasi dengan emas dan tanah. Sangat mernarik bila mencermati cara tersebut, karena selain risikonya kecil, keuntungan   yang diperoleh juga   sangat menjanjikan.

Investasi  emas
Naik turun (fluktuasi) harga emas akhir-akhir ini sangat meresahkan masyarakat, khususnya kalangan  pemuda yang belum menikah. Betapa tidak,  mahar di dalam adat perkawinan di Aceh adalah emas. Sepertinya menjadi kurang ‘afdhal’  sebuah perkawinan jika tidak mengikutsertakan emas di dalamnya sebagai jeulamee.Menjadikan emas sebagai mahar di dalam adat perkawinan oleh para leluhur kita sangat masuk akal, karena harga emas dari tahun   ke tahun  relatif stabil, bahkan selalu naik.

Kamis, 01 Agustus 2013

Patgulipat Wakaf Baitul Asyi

Oleh:
Hermansyah 
Staf pengajar Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry,  magister bidang filologi Islam di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Tidak banyak dari jamaah haji (hujjaj) Aceh yang mengetahui keberadaan Baitul Asyi  di Mekkah, tanah yang diwakafkan indatunya khusus untuk hujjaj dari Aceh. Warisan paling berharga yang diberikan para leluhur terdahulu sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap generasinya itu kini menjadi aset bisnis yang megah dan strategis di sekitar pelataran Masjidil Haram.

Salah satunya terletak di daerah Qusyasyiah bertepatan dengan bab al-Fath Masjidil Haram, seperti hotel Ajyad (Funduk Ajyad) bertingkat 25 dan Menara Ajyad (Burj Ajyad) bertingkat 28 yang berjarak  sekitar 500-600 meter dari Masjidil Haram. Kedua hotel tersebut mampu menampung lebih  dari 7.000 jamaah yang dilengkapi dengan infrastruktur lengkap. Wakaf tersebut semakin bertambah dengan pembelian beberapa aset lagi. Hasil sumbangan, sedekah, dan infak hujjaj Aceh diwakafkan dalam bentuk tanah dan rumah di seputar Masjidil Haram tersebut yang dikoordinir  oleh Habib Bugak sekitar tahun 1224 H/ 1809 M.

Sebagian berpendapat bahwa nama asli Habib Bugak adalah Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi dari Monklayu. Sebagian lagi menyebut ia berasal dari daerah Bugak di Aceh Timur, Bireuen atau Pidie. Sulitnya informasi tersebut diakibatkan tidak ada bukti tertulis  secara komprehensif. Melalui lembaran sarakata (surat Sultan) Aceh yang saya peroleh, tertera stempel kesultanan yang menunjukkan originalitasnya. Disebutkan bahwa ia bernama Sayyid ‘Abdurrahman bin ‘Alwi Peusangan, yang diberi kuasa pengelolaan tanah di wilayah Mutiara di sebelah barat Blang Pancang hingga Krueng Air sebelah timur dan hingga perbatasan Krueng Geukueh.

Bulan Kepekaan

 Faizal Adriansyah 
Kabid Kajian Aparatur PKP2A IV LAN

DARI mana kita berasal sebelum kita hidup di permukaan bumi ini, apa tugas kita setelah hadir di muka bumi ini dan ke mana kita akan pergi setelah habis masa tinggal kita di bumi ini?

Ramadhan adalah bulan yang sangat tepat untuk kita merenungkan kembali semua pertanyan di atas dan mencoba menjawabnya untuk membangun kesadaran bahwa hidup kita di dunia ini terbatas, ada saatnya kita lahir dan ada saatnya kita akan mati. Rasulullah bersabda “Silahkan kamu berbuat apa pun yang kamu suka, tapi ingatlah kamu pasti akan mati”.

Di bulan lain kita semua hampir tidak punya waktu untuk merenung, berdialog dengan diri kita sendiri dan mengevaluasi diri kita. Karena kita semua disibukkan dengan persoalan duniawi kita. Ada yang habis waktunya menggarap sawah dan ladang, karena mengharap panen yang besar, ada yang di laut nan lepas berhari, berminggu, ada yang habis waktunya di kantor dengan pekerjaan yang seakan tak pernah selesai, ada yang terus menerus di lapangan meninggalkan keluarga berlama-lama dengan proyek-proyek besar, ada yang habis waktunya di warung kopi dengan berbagai obrolan yang tidak berujung pangkal, ada yang habis waktunya di depan komputer dengan facebook, chating dan twitter dan ada pula yang habis waktunya dengan luntang lantung tanpa tujuan di jalan, di taman, di pasar.

Namun, insyaallah dengan panggilan Ramadhan ini kita semua tiba-tiba rindu ketenangan, rindu kedamiaan, rindu berkumpul dengan keluarga, handai taulan, rindu dengan jamaah dan puncaknya rindu perjumpaan dengan Sang Khaliq. Kita ingin hidup dengan gema wahyu illahi dengan lantunan dzikir subhannallah, wal hamdulilah, wa la ilaha ilallah, wallahu akbar. Nada indah yang hampir jarang terdengar dari lisan kita di luar Ramadhan. Kita sering mendengar di luar Ramadhan kata-kata kasar, caci maki, kata-kata kotor, sumpah serapah. Bersama Ramadhan ucapan kita menjadi santun, sejuk, bermakna dan menyambung silaturrahmi.