Oleh: Meili Nuzuliana
Mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
SAYA tertarik mengupas tentang kepariwisataan Aceh terutama pariwisata di Banda Aceh. Kilas balik, tahun ini Pemko Banda Aceh menggelar even besar. Kita tahu, Visit Banda Aceh Years (VBAY) 2011 atau tahun kunjungan wisata ke Banda Aceh. Festival Kopi Aceh akhir November lalu merupakan even terakhir dari rangkaian program VBAY 2011 (Serambi, 28/11/11).
Industri pariwisata di Banda Aceh sangat menjanjikan. Mulai dari begitu banyaknya objek wisata seperti peninggalan masa kerajaan Islam dan peninggalan musibah gempa tsunami 2004 silam. Selama 2011, arus wisatawan terlihat meningkat (Serambi, 12/05/11). Hampir setiap hari silih berganti wisatawan datang berkunjung ke Banda Aceh. Wisatawan berasal dari berbagai kalangan, baik lokal, nusantara dan mancanegara. Kita, dengan mudah menjumpainya di beberapa objek wisata, khususnya situs wisata tsunami.
SAYA tertarik mengupas tentang kepariwisataan Aceh terutama pariwisata di Banda Aceh. Kilas balik, tahun ini Pemko Banda Aceh menggelar even besar. Kita tahu, Visit Banda Aceh Years (VBAY) 2011 atau tahun kunjungan wisata ke Banda Aceh. Festival Kopi Aceh akhir November lalu merupakan even terakhir dari rangkaian program VBAY 2011 (Serambi, 28/11/11).
Industri pariwisata di Banda Aceh sangat menjanjikan. Mulai dari begitu banyaknya objek wisata seperti peninggalan masa kerajaan Islam dan peninggalan musibah gempa tsunami 2004 silam. Selama 2011, arus wisatawan terlihat meningkat (Serambi, 12/05/11). Hampir setiap hari silih berganti wisatawan datang berkunjung ke Banda Aceh. Wisatawan berasal dari berbagai kalangan, baik lokal, nusantara dan mancanegara. Kita, dengan mudah menjumpainya di beberapa objek wisata, khususnya situs wisata tsunami.
Saat ini saya tengah menyusun skripsi tentang
pariwisata Aceh khususnya pariwisata Banda Aceh. Tentu saja, objek
wisata di Banda Aceh menjadi tempat saya mengumpulkan data tulisan.
Sebutlah beberapa seperti Masjid Raya Baiturrahman, Makam dan Mesjid
Tgk. Dianjung, Makam Syiah Kuala yang nyaris terlupakan, Makam Sultan
Iskandar Muda, Kerkhof Peutjout, Pinto Khop Putroe Phang, Kapal Lampulo,
kapal PLTD Apung, Aceh Thanks The World, dan Kuburan Massal Ulee Lheue.
Lewat penelitian ini, saya mendapatkan banyak pengetahuan
terutama mengenai sejarah masa lalu Aceh yang menurut saya, heroik!
Decak kagum tatkala mendengar cerita beberapa tetua yang paham benar
tentang sejarah Aceh. Perjuangan, nasionalisme, dan kejayaan Islam masa
lalu merupakan cerita tidak berkesudahan. Dan, bandingkanlah dengan
kondisi Aceh masa kini. Maka akan begitu kentara perbedaan dapat kita
rasa dan lihat. Ya, Aceh kini bukanlah Aceh masa lalu yang terkenal
dengan kerajaan islamnya. Bukan juga Aceh yang terkenal dengan
pemimpinnya nan adil bijaksana seperti Sultan Iskandar Muda.
Lantas,
karena apakah Aceh tetap harum namanya hingga kini? Salah satu
jawabnya, tsunami. Ada hikmah di balik semua musibah. Pun dengan gempa
tsunami tujuh tahun lalu. Tsunami mampu menyedot perhatian dunia untuk
Aceh. Warga dunia silih berganti datang ke Aceh. Khususnya di Banda
Aceh, berbagai situs peninggalan tsunami ramai dikunjungi para turis.
Mereka antusias melihat langsung Aceh pasca tsunami berikut
peninggalannya yang “diluar dugaan.” Maka, dengan meningkatnya arus
kunjungan wisatawan, kita berharap membawa pengaruh baik bagi kehidupan
masyarakat.
Mengapa? Karena, seperti simbiosis mutualisme,
antara satu mahkluk hidup dengan mahkluk hidup lainnya saling
bergantungan dan berkeuntungan. Begitulah perumpamaan antara pribumi dan
wisatawan. Ketika wisatawan melakukan perjalanan ke suatu tempat, ia
membutuhkan penginapan, makanan dan minuman, transportasi, dan cindera
mata yang akan dibawa pulang. Nah, masyarakat setempat harus cerdas dan
cermat menggunakan kesempatan ini. Mereka harus berupaya mengolah dan
menyajikan keahlian yang mampu menjadi aset bagi kemakmuran ekonominya.
Misalnya, membuat cindera mata yang bercirikan Aceh. Demikian, turis
nyaman ketika berkunjung dan masyarakat ikut merasakan manfaat dari
kunjungan mereka. Jadi, kita bisa membuktikan Peumulia Jamee Adat
Geutanyoe.
Untuk itu, sangat diperlukan adanya koordinasi yang
baik antara pemerintah setempat bersama warganya demi kemajuan sektor
pariwisata. Dengan komunikasi dan koordinasi baik, masyarakat akan ikut
andil memajukan pariwisata. Sebaliknya, jika hubungan baik tidak
terjalin antara pemerintah dan masyarakat, maka akan banyak kendala
terjadi. Imbasnya, pembangunan pariwisata yang diharap mampu
meningkatkan devisa daerah dan taraf ekonomi rakyat pun sulit berhasil.
Hal
lain, masyarakat acuh tak acuh pada program pemerintah mengembangkan
sektor pariwisata. Paling ringan, mereka tak segan merusak keindahan
objek wisata. Tentunya, objek wisata yang tidak terawat menjadi momok
bagi pariwisata Aceh. Jadi, ketika pemerintah sudah mencanangkan tahun
kunjungan wisata, maka semua elemen seharusnya berkoordinasi baik. kita
harus siap bekerja lebih giat, demi citra baik untuk pariwisata Aceh.
Pemugaran, perawatan, dan kebersihan lingkungan dimana situs wisata
berada harus benar-benar diperhatikan. Dengannya para wisatawan akan
merasa nyaman dan ingin kembali. Atau sekurang-kurangnya
merekomendasikan wisata di Aceh pada keluarga, teman-teman, atau
koleganya.
Jangankan turis, kita sebagai pribumi juga merasa
malu dan tak nyaman berlama-lama di objek wisata. Bagaimana tidak, jika
mendapati sejumlah objek wisata di Banda Aceh yang terbanyak dikunjungi
penuh dengan coretan kata-kata tidak pantas. Sebagai bukti, anda (jika
ada kesempatan) silakan berkunjung ke objek wisata Pinto Khop Putroe
Phang. Dijamin, anda terenyuh menyaksikan kondisi situs ini. Atau coba
datang ke Makam Syiah Kuala. Lihatlah bagaimana kondisi pagar yang
mengelilingi makam. Masih sangat banyak hal ‘kecil’ namun besar efeknya
jika kita tidak segera berbenah.
Berdasarkan bincang-bincang
ringan dengan para turis, mereka sangat antusias mengunjungi Aceh. Aceh
seperti sebuah museum yang memiliki berjuta cerita. Mulai dari kehidupan
spiritual, adat istiadat, situs peninggalan masa lampau, dan
peninggalan tsunami merupakan cerita dari Aceh yang tidak pernah usai.
Para turis menyukai suasana di Aceh. “Acehnese is very friendly and Aceh
is a nice place, I can’t believe, very beautifull more than Thailand,
Filiphines.. l like it so much!” Begitu ujar Tristian Rouyer, turis asal
Prancis ketika saya tanya pendapatnya tentang pariwisata Aceh beberapa
waktu lalu. Luar biasa!
Demikian, Aceh memang punya andil untuk
menjadi daerah kunjungan wisata yang diminati warga dunia. Bisa jadi
kelak, Aceh menjadi primadona pariwisata Indonesia. Tidak mustahil, bila
semua kita, pemerintah dan masyarakat berpartisipasi memajukan
pembangunan pariwisata provinsi tercinta, Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar